Kamis, 06 Januari 2011

Perkembangan Broadband Penetration dan Digital Ekonomi

Tugas: Manajemen Keuangan & E-Bisnis (PLSI 37)
Dosen: Budi Hermana
Nama: Cicu Ratih Damayanthi


Departemen Komunikasi dan Informatika dan Investor Group Againts Digital Divide (IGADD) bekerjasama mendukung percepatan penetrasi broadband atau akses internet di Indonesia, sehingga 20 persen% individu atau sekitar 50 juta orang, dan juga institusi dapat memanfaatkan konektivitas internet berkecepatan tinggi pada 2012. Menteri Komunikasi dan Informatika Muhammad Nuh kepada pers di Jakarta, mengatakan, kerjasama ini mempertimbangkan infrastruktur dan aplikasi yang digunakan bersama dengan teknologi broadband agar bermanfaat bagi masyarakat Indonesia. 
          
Kerjasama tersebut mentargetkan tingkat penetrasi akses internet (broadband) di Indonesia akan meningkat dari sekitar 1 % menjadi 20 % pada 2012, dan upaya tersebut tidak hanya berkisar pada percepatan penetrasi saja tapi juga terkait tarif yang terjangkau dan pemerataan akses. Baik The Habibie Center (THC) maupun Depkominfo, juga berencana melakukan aktivitas promosi atau publikasi yang bertujuan untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat Indonesia secara keseluruhan.

Menurut Menteri Kominfo, akan ada satu sampel di daerah yang akan diuji coba untuk membuktikan dari aspek teknis, dampak sosial dan ekonomi dari penggunaan broadband, sehingga dapat menjadi contoh bagi daerah yang lain. Untuk tahapan awal, akan dilakukan uji coba penggunaan intenet broadband kepada publik, sehingga dengan contoh yang nyata akan terbentuk replikasi dan modifikasi, melalui keragaman dan variabel teknologi yang ada di Indonesia. 

Sementara Ketua IGADD, Ilham Akbar Habibie, di tempat yang sama mengatakan, ada empat target yang sedang dalam pengerjaan, yakni laporan meaningfull broadband report, yaitu mencari manfaat dan memberdayakan pengguna broadband. Misalnya bagaimana konektisitas broadband dapat memberi manfaat dan pelayanan, bagi masyarakat. Selain itu, akan ada pembentukan portal website yang mencerminkan yakni suatu broadband untuk memberdayakan masyarakat.

Profesor Craig Warren Smith, pimpinan Digital Divide Institue dari University of Washington mengatakan, masalah kesenjangan digital sekarang ini bukanlah sekadar antara siapa yang memperoleh akses terhadap teknologi digital dengan siapa yang tidak. Tetapi lebih merupakan kesenjangan antara siapa yang memperoleh keuntungan dari akses terhadap teknologi digital dengan siapa yang tidak. "Kesenjangan digital juga bukan masalah punya ponsel atau tidak, tetapi sudah mengarah pada ketersediaan broadband," ujar Smith di The Habibie Center, Jakarta (24/7/2007). Smith juga menyambut baik rencana pemerintah yang telah mempersiapkan program Palapa Ring yang siap dibangun di Indonesia bagian timur dalam waktu dekat. Sebab, lewat program inilah dirasa penetrasi broadband Indonesia bisa melonjak dan tentunya dapat meraih target yang dicanangkan IGADD. Sementara itu, Menkominfo Mohammad Nuh juga mengungkapkan keyakinan senada. Rancangan ini akan termasuk saran untuk pemerintah dan para pengambil keputusan perusahaan, serta formulasi menganai implementasi tujuan tersebut dengan melibatkan pihak pemerintah, akademisi, LSM, swasta dan masyarakat.

Penetrasi layanan telekomunikasi broadband dinilai masih tergolong rendah di Indonesia. "Penetrasi dan peranan layanan broadband di Indonesia pada saat ini masih kecil". Sampai saat ini hanya beberapa vendor telekomunikasi yang konsen menggarap layanan broadband meskipun layanan itu telah dianggap sebagai sunrise business atau bisnis yang menjanjikan.
Padahal pemakaian layanan broadband mulai dari mobile broadband berteknologi HSPA hingga LTE di berbagai negara di dunia telah meningkat hingga 75 % dibandingkan tahun lalu atau terjadi penambahan lebih dari 9 juta sambungan HSPA baru per bulan. 

Menteri Telekomunikasi dan Informatika (Menkominfo), Tifatul Sembiring, mengatakan, sektor informasi dan komunikasi, sangat potensial untuk digarap karena ada studi yang menyebutkan bahwa investasi Information and communication technology ICT 1 % bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi 3-5 % bahkan ada yang mencapai 7 % di negara tertentu.


 
Perkembangan dan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) akhir–akhir ini dirasakan hampir di setiap aspek kehidupan masyarakat. Sebagaimana setiap kemajuan teknologi komunikasi yang lain, internet masuk ke berbagai bentuk kehidupan masyarakat. Hal ini terjadi karena komunikasi adalah salah satu kebutuhan yang mendasar pada masyarakat. Teknologi internet berkembang dan menyatu dalam sebuah 'dunia' atau 'ruang maya' atau sering disebut sebagai cyber-space, sebuah dunia atau tempat orang dapat berkomunikasi, 'bertemu', dan melakukan berbagai aktivitas ekonomi/bisnis.
Dampak evolusi itu di masyarakat mendorong munculnya masyarakat baru yang dinamakan masyarakat informasi atau masyarakat berpengetahuan.  

Pada mulanya, teori ekonomi fundamental lama berlandaskan pada optimalisasi/maksimalisasi faktor-faktor produksi yaitu: fisik, tenaga kerja, kapital (tanah, modal uang, dan manusia). Pada perkembangannya sekarang ilmu ekonomi menyadari pentingnya memasukkan faktor-faktor intelektualitas berupa ilmu pengetahuan dan teknologi, kreativitas, dan berbagai bentuk modal inovatif yang dapat dikategorisasikan sebagai iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi). Berbagai perkembangan inovasi pada teknologi informasi dan telekomunikasi (TIK) atau teknologi digital selama satu dekade terakhir, berdampak pada bidang ekonomi dan bisnis disebut sebagai masyarakat pascaindustri, (Cohen et al., 2000). Sedangkan konsep mengenai digital ekonomi pertama kali diperkenalkan Tapscott (1998), menjelaskan sebuah sosiopolitik dan sistem ekonomi yang mempunyai karakteristik sebagai sebuah ruang intelijen, meliputi informasi, berbagai akses instrumen informasi dan pemrosesan informasi dan kapasitas komunikasi. Komponen ekonomi digital yang berhasil diidentifikasi pertama kalinya adalah industri TIK. Sedangkan konsep ekonomi digital lainnya adalah digitalisasi informasi dan infrastruktur TIK (Zimmerman, 2000). Konsep ini sering digunakan untuk menjelaskan dampak global teknologi informasi dan komunikasi, tidak hanya pada internet, tetapi juga pada bidang ekonomi.

Di Indonesia, sistem Bank Indonesia real time gross settlement (RTGS) yakni suatu sistem transfer elektronik antar peserta dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara (real time), per transaksi secara individual, jumlahnya cukup signifikan banyaknya, yakni bergerak antara Rp3 triliun sampai Rp4 triliun per bulan. Dampaknya pada perusahaan Terjadinya berbagai perubahan dan perkembangan relasi antar organisasi perusahaan karena adanya penggunaan teknologi informasi dan komunikasi misalnya adanya fenomena disintermediasi berupa hilangnya atau berkurangnya peran perantara/middlemen/broker dalam bisnis (B2C, B2B) yang memperpendek saluran distribusi. Adanya fenomena lain yakni reintermediasi berupa berubahnya pola saluran distribusi pola tradisional menjadi pola baru. Pada perekonomian digital, perusahaan-perusahaan menawarkan jasa-jasanya atas dasar permintaan tertentu yang bersifat spesifik (customized offers), tawaran jasa-jasa tersebut bersifat personal dan individual (personalized offers). Mekanisme yang sama terjadi dengan munculnya pasar lelang via internet (auctions) dan kelompok pembeli (buying groups), broker atau para pedagang perantara bisa berupa perseorangan atau perusahaan.

Aplikasi pada pengembangan e-business adalah antara lain pada enterprise resource planning (ERP), consumer relationship management (CRM), dan supply chain management (SCM). Berbagai permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia adalah perkembangan TIK yang cepat belum sepenuhnya diikuti oleh masyarakat, belum meratanya pembangunan infrastruktur TIK membuat pasar perangkat (software maupun hardware) terbatas. Masih banyaknya pembajakan terhadap produk software dan konten di Indonesia, masih terbatasnya sumber daya manusia di bidang TIK, daya beli masyarakat pengguna TIK relatif lemah dan terbatas. 

Daftar Pustaka
1. http://www.google.com
2. CIA World Fact book
3. http://www.itu.int/ITU-D/icteye/Reporting
4. The fuel of modern industrialisation (Budi Wahyu Jati)